Permasalahan yang Terjadi pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita

Oleh: Christin Haryati, Dhina Permatasari, Hidayat Syarifuddin, dan Indri Heryanti Putri  

Pendahuluan
Akhir-akhir ini keluarga sering menjadi sorotan. Setiap hari media baik cetak maupun elektronik menyajikan berita-berita seputar keluarga. Namun yang membuat kita semua miris adalah berita-berita yang disajikan tersebut hampir seluruhnya menyajikan tentang bagimana setiap harinya keluarga mulai mengalami perubahan fungsi kearah kemunduran yang sangat drastis. Mulai dari berita tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga, pembunuhan yang dilakukan antar anggota keluarga, ibu yang membunuh anaknya karena frustasi dengan tekanan ekonomi yang dialami, anak yang menyakiti bahkan membunuh orang tua karena emosi ataupun masalah uang / warisan, maraknya penjualan anak, kekerasan pada anak, pengeksploitasian terhadap anak dibawah umur untuk bekerja, perbudakan pada anak, kasus aborsi dan masih banyak lagi yang lainnya. Semua itu merupakan pertanda kian memburukanya peran dan fungsi keluarga dalam mendidik anggota keluarganya dan ini merupakan salah satu dampak dari ketidaksiapan bangsa ini dalam menghadapi era globalisasi yang kian cepat berubah.
Dengan adanya era globalisasi, bangsa ini mengalami perubahan juga. Bangsa ini tidak lagi menjadi bangsa yang gemar bergotong royong dan bekerjasama dalam menghadapi suatu permasalahan, namun telah berubah menjadi bangsa yang individualistik, egois dan materialistik. Sementara itu jumlah rakyat miskin dari tahun ke tahun semakin meningkat jumlahnya. Di sisi lain biaya hidup saat ini semakin melonjak dan biaya terhadap akses pendidikan, kesehatan, informasi dan lain sebagianya juga semakin meningkat, sehingga perlahan-lahan fungsi keluarga mengalami perubahan terutama dalam hal fungsi eonomi dan peran para anggota keluarga. Para orang kaya sibuk untuk menginvestasikan uangnya dan orang-orang yang tidak mampu disibukkan dengan persoalan untuk mempertahankan hidup, sehingga nilai-nilai keluarga perlahan-lahan semakin memudar digantikan oleh nilai-nilai materilaistik dan egoisme untuk mendapatkan  uang.

Tenaga kerja wanita merupakan salah satu fenomena akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada keluarga. Pada saat ini tugas mencari nafkah tidak lagi menjadi tugas kepala keluarga atau suami, tetapi sudah menjadi tugas siapa saja yang menjadi anggota keuarga. Tidak peduli baik laki-laki atau perempuan, orang dewasa atau anak-anak, asalkan dapat menghasilkan uang untuk sekedar bertahan hidup maka semua pun dapat menjadi pencari nafkah dala keluarga. Perubahan-perubahan ini yang mendorong berubahnya keberfungsian keluarga dan juga peran-peran para anggota keluarga serta menimbulkan berbagai permasalahan dalam keluarga.

Faktor-faktor yang menyebabkan maraknya perempuan-perempuan di desa-desa menjadi TKW
Tenaga Kerja Wanita Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat jumlahnya. Para perempuan di desa-desa sepertinya semakin banyak saja yang tertarik dan tergiur untuk menjadi tenaga kerja wanita Indonesia ke luar negeri. Walaupun banyak diberitakan kasus-kasus yang menimpa TKW Indonesia di luar negri, mulai dari kasus penganiayaan, pelecehan seksual, hingga terjerat hukum dan dipidana mati. Namun sepertinya menjadi TKW justru semakin menjadi trendsetter di desa-desa yang banyak menarik minat para perempuan mulai dari para gadis hingga wanita yang sudah berkeluarga. Sepertinya kasus-kasus yang benyak menimpa para TKW yang telah lebih dahulu ke luar negri masih dikalahkan oleh cerita-cerita para TKW yang sukses dan membawa pulang banyak uang ke desanya bahkan telah merubah tingkat ekonomi keluraganya dan juga desanya.
Berikut ini akan ditunjukkan data mengenai penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) legal di luar negara :


Faktor-faktor yang menyebakan semakin maraknya para perempuan didesa-desa menjadi TKW diantaranya yaitu :
Kemiskinan 
Kemiskinan saat ini sepertinya sudah menjadi masalah yang krusial di negeri ini. Masalah kemiskinan ini semakin bertambah tiap harinya dan yang paling mendominasi adalah semakin meningkatnya masalah kriminalitas yang sudah menjadi bahan pemberitaan yang sudah tidak asing lagi. Selain meningkatnya persoalan kriminalitas, yang marak terjadi akhir-akhir ini adalah fenomena menjadi Tenaga kerja Indonesia keluar negri dan ini didominasi oleh perempuan. Biaya hidup yang tinggi, himpitan masalah ekonomi, ketimpangan yang terjadi antara orang miskin dan orang kaya membuat saat ini para perempuan marak untuk ikut terjun dalam mencari nafkah. Bahkan tidak jarang justru para perempuan inilah yang menjadi tulang punggung  bagi keluarganya.
Perbedaan Pendapatan
Selain masalah kemiskinan  yang menimpa dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan saat ini, masalah perbedaan pendapatan juga menjadi minat tersendiri para perempuan di desa-desa untuk menjadi TKW. Perbedaan pendapatan yang cukup tinggi antara di dalam negri dan di luar negeri ini membuat para perempuan-perempuan di desa-desa berbondong-bondong untuk mencari lapangan pekerjaan hingga ke luar negeri, walaupun  untuk menjadi TKW itu sendiri tidak jarang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Akan tetapi sepertinya mereka berfikir itu merupakan modal awal dan nantinya setelah mereka bekerja di luar negeri maka modal tersebut dengan sendirinya akan kembali dari hasil gaji mereka yag bahkan mungkin melebihi biaya yang mereka keluarkan.
Kurangnya Lapangan Pekerjaan
Semenjak beberapa tahun lalu masalah pengangguran juga menjadi masalah yang cukup krusial di Negara ini. Seperti diketahui bersama masalah pengangguran ini terjadi akibat berubahanya pola hidup masyarakat sehingga banyak orang yang pindah dari bertani menjadi karyawan ataupun buruh pabrik yang dianggap lebih menjanjikan dan lebih bagus dibandingkan dengan menjadi petani, sehingga angka kebutuhan kerja semakin meningkat. Sementara itu hal tersebut tidak diimbangi dengan meningkatnya jumlah lapangan pekerjaan dan hal inilah yang juga mendorong para tenaga kerja di Indonesia berbondong-bondong menjadi tenaga kerja di luar negeri, terutama para tenaga kerja wanita yang setiap tahunnya kian meningkat, sehingga perlahan-lahan hal ini mulai menyebabkan terjadinya pergeseran-pergesern nilai-nilai budaya dan keluarga di Indonesia khususnya di pedesaan.

Dampak-dampak yang terjadi bagi keluarga
1. Berubahnya fungsi keluarga dan peran anggota keluarga
Dengan maraknya perempuan yang menjadi TKW ke luar negri, maka dengan sendirinya hal ini perlahan- lahan akan merubah fungsi keluarga dan peran dari para anggota keluarga yang bersangkutan. Para perempuan yang biasanya mengerjakan tugas rumah tangga dan mengasuh anak, karena harus bekerja ke luar negri, maka tugas tersebut akan beralih dikerjakan oleh suami ataupun dari wanita yang bersangkutan. Tugas mencari nafkah yang semula dilakukan oleh suami, akan berubah menjadi tugas suami dan istri atau bahkan diambil alih oleh istri sehingga peran istri banyak diambil alih oleh suami.
Selain itu, dengan bertukarnya peran tersebut dan juga ketiadaan ibu di rumah, maka akan membuat anak kekurangan kasih sayang seorang ibu. Anak juga akan kehilangan role model dari ibu sehingga berbeda dengan anak yang diasuh oleh kedua orangtuanya.
2. Banyaknya anak-anak tanpa ayah
Permasalahan tenaga kerja wanita di Indonesia terbilang sangat kompleks, salah satunya adalah masalah pelecehan seksual yang sering dialami. Selain masalah ini, ada juga TKW yang ditipu dan dijual menjadi PSK, dan semua itu berakibat banyak anak- anak yang dilahirkan tanpa ayah dan mereka umumnya dirawat oleh kakek dan neneknya, sementara sang ibu pergi bekerja lagi ke luar negri.
3. Terjadi perselingkuhan
Fenomena yang marak terjadi akibat maraknya perempuan di desa- desa yang menjadi TKW adalah terjadinya perselingkuhan yang umumnya dilakukan oleh para suami- suami yang berstatus sebagai duda sementara. Tidak jarang para suami ini justru menggunakan uang yang dikirim oleh istrinya untuk bersenang- senang dan perselingkuh dengan wanita lain, bahkan tidak jarang pula sang anak terlantar dan uang yang seharusnya digunakan untuk keperluan anak tidak digunakan semestinya.
 
Permasalahan TKW di Luar Negri
Derita yang dialami TKW tidak saja terjadi di negeri tempat mereka bekerja, namun kekerasan demi kekerasan baik disadari maupun tidak disadari diterima TKW sejak mereka dalam proses pemberangkatan hingga proses pemulangan. Proses kekerasan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:
Percaloan
Dalam proses pemberangkatan tidak jarang TKW tidak mendapatkan informasi yang cukup, mengalami penipuan dengan janji pekerjaan dengan upah yang besar dari para calo yang datang ke kampungnya. Calon TKW sudah mencari utang sana sini dan menjual sawah untuk membayar biaya pemberangkatannya. Namun setelah uang diserahkan kepada sang calo, calon TKW tak kunjung berangkat, bahkan si calo tak pernah muncul batang hidungnya lagi. Biaya penempatan TKI juga sangat beragam antar perusahaan dengan pola yang sangat tidak beraturan.
Penampungan
Selama ini calon TKW hanya ditampung di tempat penampungan dengan fasilitas yang sangat memprihatinkan hingga berbulan-bulan. Karena tidak tahan hidup di penampungan yang bagai penjara, tidak diperkenankan berkomunikasi dengan keluarga atau orang-orang yang berada di luar penampungan, mendorong beberapa calon TKW nekat melarikan diri dengan penuh resiko dianiaya petugas apabila ketahuan
Tindakan nekat calon TKW tersebut dilakukan karena telah berbulan-bulan hidup di penampungan tanpa kepastian berangkat. Mereka tidak bisa mengundurkan diri karena mereka telah dipaksa atau diperdaya agar mau menandatangani surat perjanjian membayar denda dan mengganti biaya hidup selama di penampungan dan uang administrasi yang telah dikeluarkan oleh pihak penyelenggara (meskipun biaya tersebut pasti didramatisir), apabila calon TKW tersebut mengundurkan diri atau membatalkan keberangkatan dengan alasan apapun.
Penempatan Kerja
Kebanyakan TKW tidak ditempatkan seperti yang dijanjikan sebelumnya. Misalnya, dijanjikan akan dipekerjakan di pabrik justru dijadikan pekerja rumah tangga dan yang lebih parah diperdagangkan sebagai perempuan penghibur atau pekerja seks komersial (PSK). Tahun 2004, 80 persen TKW yang tinggal di penampungan KBRI Kuala Lumpur (Malaysia) adalah pekerja seks komersil yang dijual oleh calo dan agen perdagangan perempuan dan anak-anak. Kondisi TKW korban PSK ini sangat memprihatinkan Mereka menderita sakit kelamin karena tidak memperoleh pemeriksaan kesehatan secara intensif padahal ketika menjadi PSK mereka harus melayani rata-rata tiga belas orang per hari tanpa digaji sepeser pun (Tempo Interaktif, 12 Juli 2004).
Tidak Digaji
Banyak terjadi TKW tidak dibayar oleh majikan mereka dengan alasan akan disimpan dan diberikan ketika TKW habis masa kerja dan hendak pulang. Namun gaji yang tersimpan tersebut tidak diterima TKW dengan berbagai alasan. Dalam periode Januari-April 2004, sebanyak 13.667 TKI bermasalah tiba di tanah air melalui Bandara Soekarno-Hatta. Biasanya mereka tidak digaji atau menerima perlakuan tidak senonoh dari majikan (Kompas, 20 Juli 2004).
Penahanan Dokumen
Dengan ditahannya dokumen mereka, para TKW tersebut tidak mempunyai kekuatan legalitas jika mendapatkan masalah di tempat mereka bekerja. Alhasil ketika seorang TKW berpindah pekerjaan atau melarikan diri dari tempat bekerja semula, TKW tersebut yang semula berstatus TKW berdokumen menjadi dianggap tidak berdokumen, bahkan disebut dengan TKW ilegal. Makin lemahlah posisi tawar mereka. KBRI setempat pun biasanya kurang memberikan tanggapan yang memuaskan apabila yang datang mengadu adalah TKW yang tidak berdokumen dengan alasan tidak terdaftar dalam administrasinya. TKW yang seperti ini harus kejarkejaran dengan aparat setempat. Hendak pulang tidak mungkin kecuali melalui jalan tikus yang penuh resiko baik medannya maupun razia yang sewaktu-waktu ada. Tetapi untuk mendapatkan dokumen baru mereka harus mengeluarkan biaya yang sangat besar padahal banyak dari mereka yang tidak memegang uang sepeser pun karena gajinya masih ditahan majikan. Dalam kondisi ini, biasanya mereka bekerja seadanya untuk mendapatkan uang guna biaya pulang ke tanah air.
Penganiayaan
Normawati dari Kopbumi10 mengatakan bahwa dalam Januari 2004 saja paling tidak ada 80 orang TKW yang terpaksa dirawat di Rumah Sakit Polri karena mendapat perlakuan yang tidak manusiawi selama bekerja di luar negeri. Jumlah ini belum termasuk yang dipulangkan secara paksa tanpa sepengetahuan petugas (Pikiran Rakyat, 30 Januari 2004).
Meninggal Dunia
Hingga Mei 2004, tercatat 20 orang TKW meninggal dunia, yang dilaporkan karena sakit dan kecelakaan lalu lintas (Kompas, 24 Juni 2004), namun hal ini juga masih diragukan kebenarannya, karena adanya ketidakjelasan terkait asuransi kecelakaan.
Perkosaan
TKW sangat rentan terhadap tindak perkosaan baik oleh petugas di penampungan tempat mereka tinggal sebelum diberangkatkan; oleh majikan tempat dia tinggal selama bekerja atau oleh orang- orang yang mereka temui di luar tempat ia tinggal seperti selama mereka beraktivitas di luar rumah atau dalam perjalanan pulang ke tanah air. Mereka pulang dengan tidak terhormat, mereka pulang dengan menanggung aib seumur hidup.
Jeratan Hukum
Selain perjalanan derita tersebut di atas, sepanjang tahun 2004 ini kita juga tidak asing dengan berita bahwa satu per satu TKW Indonesia terjerat hukum bahkan ada yang tervonis mati. Sebut saja Sundari (Magetan), Poerwanti (Boyolali) dan Sulastri (Brebes) adalah sebagian dari mereka yang harus menerima vonis hukuman penjara seumur hidup dengan tuduhan menganiaya hingga membunuh majikannya. Berita terakhir adalah divonisnya Herlina (Surabaya) dengan hukuman mati. Dalam hal ini, dengan alasan teritorial hukum yang berbeda, pemerintah masih terlihat belum maksimal dalam melakukan diplomasi politik apalagi memberikan pembelaan hukum bagi TKW tervonis tersebut.
Pendeportasian
Kasus terakhir yang juga berkaitan dengan legalitas hukum adalah terjadinya pemulangan paksa tenaga kerja Indonesia di Malaysia. Rencananya pemerintah Malaysia akan mendeportasi 700.000 orang tenaga kerja Indonesia tetapi menurut data Kopbumi, TKI yang akan dideportasi berjumlah 928.000 orang. Kopbumi mencatat selama Juli- Agustus 2004 ada 12.000 Tenaga Kerja Indonesia sudah dipulangkan melalui Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta maupun Tanjung Perak Surabaya (Memorandum, 25 Agustus 2004).
Diskriminasi
Ketika menemui derita di negeri orang, pulang ke tanah air adalah harapan para TKW. Bahkan mereka yang sukses di sana pun tetap mengimpikan kembali ke tanah air. Sangat disayangkan bahwa keinginan mereka untuk kembali ke kampung halaman dan segera berkumpul dengan keluarga masih saja dihadapkan pada berbagai rintangan, seperti perlakuan diskriminasi, penipuan, perampasan hingga kekerasan seksual.
Posisi Tawar yang Lemah
Kekerasan demi kekerasan dihadapi TKW baik sebelum berangkat hingga tiba lagi di tanah air, setelah mengadu nasib di negeri orang. Pelanggaran hak asasi manusia para TKW Indonesia ini disebabkan antara lain pertama, rendahnya posisi tawar TKW karena karakter mereka yang sebagian besar berpendidikan rendah, kurang pengalaman dan keterampilan serta minimnya informasi yang didapat; kedua, munculnya banyak perusahaan pengerah tenaga kerja ke luar negeri yang kurang profesional sehingga tidak melaksanakan mekanisme pemberangkatan maupun perlindungan bagi TKW selama kerja sesuai dengan standar kelayakan dan yang ketiga adalah tidak adanya standar kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan mekanisme dan biaya yang harus dikenakan kepada para TKW.
Posisi tawar TKW semakin rendah ketika tidak memiliki dokumen resmi, bahkan saat mereka tersandung masalah, minim bagi mereka menuntut perlindungan. Dalam semua kebijakan negara pun disebutkan bahwa yang didefinisikan sebagai tenaga kerja Indonesia adalah dengan syarat berdokumen sesuai yang telah ditetapkan oleh negara.

Solusi-solusi yang dapat dilakukan bagi permasalahan TKW
Bagi pemerintah
·   Menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi masyarakat.
·   Memberdayakan masyarakat dengan memberikan keterampilan khusus.
·   Membekali para calon-calon TKW dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup
·   Membuat kebijakan-kebijakan yang memperkuat posisi tawar TKW.
Bagi Para TKW
·  Mencari informasi tentang hak dan kewajiban dia sebagai pekerja, informasi tentang deskripsi kerja serta kondisi umum negara tujuan.
·  Menjalani semua proses persiapan pemberangkatan.
·  Mempelajari dengan cermat surat kontrak kerja sebelum menandatanganinya.
·  Menghindari penyelenggara penempatan tenaga kerja ke luar negeri yang bersifat individual.
· Mencari dan memilih penyelenggara yang telah diakreditasi pemerintah sehingga mempermudah pertanggungjawabannya apabila terjadi masalah.
·  Mempersiapkan diri dengan keterampilan yang cukup sebelum berangkat ke luar negri

Penutup

Fenomena tenaga kerja Indonesia ke luar negeri yang 90 % di antaranya adalah perempuan yang didasari oleh berbagai faktor antara lain kemiskinan, menurunnya lapangan pekerjaan dan perbedaan pendapatan.

Tenaga kerja Indonesia ke luar negeri menghasilkan devisa bagi negara dalam jumlah yang tidak sedikit, menjadi satu alternatif lapangan kerja meskipun bukan solusi pengentasan pengangguran, dan  memberikan pengalaman dan keterampilan bagi para perempuan yang dulunya tidak tahu apa-apa bahkan bisa meningkatkan taraf hidup mereka. Di sisi lain, akibat prosedur dan mekanisme yang belum jelas dan tidak tertata, banyak permasalahan yang dihadapi para TKW hingga kini. Permasalahan TKW juga mempunyai dampak terhadap kehidupan keluarga.

Sebagai pihak yang mempunyai kewajiban terhadap kehidupan warga negaranya, seharusnya negara atau pemerintah bertanggung jawab atas segala permasalahan yang  menimpa para tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Bahkan dalam UUD 45 disebutkan, bahwa warga negara berhak mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan dan hak ini wajib dipenuhi oleh negara melalui suatu rancang bangun sistem lapangan kerja di Indonesia.


Previous
Next Post »